Senin, 05 September 2022

Penyembahan dan Musik

Penyembahan dan Musik dalam Liturgi Ibadah

Sama halnya dengan nyanyian, musik merupakan elemen yang terlibat dalam penyembahan. Musik adalah karunia Allah, dan oleh karenanya seharusnya dikembalikan untuk kemuliaan Allah. Musik telah ada sejak dunia diciptakan (Ayb. 38:4-7) dan banyak ayat dalam Alkitab yang menyatakan bahwa di surga kekal nanti kita akan menyanyikan puji-pujian bagi Anak Domba. Sebanyak 839 kali musik disinggung dalam Alkitab. Pentingnya musik ini dapat dilihat dalam kehidupan Daud, ia menempatkan orang-orang Lewi secara khusus untuk melayani Tuhan dengan nyanyian dan alat-alat musik (1 Taw. 6:31-44). Jadi musik berhubungan dengan penyembahan karena pada hakikatnya musik diciptakan untuk kemuliaan Allah.

Musik yang awalnya diperuntukkan kepada Allah, kemudian diselewengkan untuk kesenangan Setan seiring dengan kejatuhan Lucifer. Maka musik-musik terbaik pada masa kini tidak sedikit yang dipersembahkan untuk Setan. Terkadang Iblis memakai siasat jitu dengan mempengaruhi pikiran kebanyakan orang Kristen sehingga mengabaikan musik. Maka banyak gereja-gereja yang jiwa musiknya terabaikan. Adalah tugas dan tanggung jawab orang Kristen untuk mempersembahkan musik terbaik bagi kemuliaan Allah.

Pada sisi lain, ada kesalahpahaman terhadap esensi musik, ada kecenderungan ketergantungan pada musik dalam penyembahan. Banyak orang Kristen mengaku tidak dapat menyembah Tuhan dalam Gereja apabila tidak ada musik. Apabila dalam suatu gereja ibadah sedang berlangsung, kemudian tiba-tiba listrik padam, maka ada orang-orang yang beranggapan bahwa keadaan ini mempengaruhi kehadiran Roh Kudus, seolah bersamaan dengan padamnya listrik, maka Roh Kudus juga undur. Konsep semacam ini merupakan kesalahpahaman tentang musik dalam penyembahan.

Sifat dari musik itu sendiri tidak statis tetapi dinamis yang akan terus berkembang dan mencari hal-hal yang baru. Maksudnya bahwa musik itu dapat berubah setiap zaman dan tiap daerah. Maka kita jangan heran bahwa musik-musik di daerah padang gurun berbeda dengan musik-musik gereja di daerah tropis seperti di Indonesia. Demikian juga kita melihat bahwa musik zaman gereja tua misalnya Katolik dan Protestan berbeda dengan musik gerejawi zaman Kharismatik. Oleh sebab itu pihak gereja yang memakai musik gereja tua tidak berhak menghakimi gereja yang memakai musik modern, demikian juga gereja-gereja yang memakai musik modern dalam ibadah tidak boleh menganggap musik gereja tua sebagai ibadah yang tidak ada hadirat Allah.

Musik bukan hanya band Gereja, sehingga apabila listrik padam, orang-orang percaya masih dapat memuji-muji Tuhan tanpa kehilangan esensi penyembahan. Musik mencakup vokal maupun instrumen. Tanpa band pun, musik bisa dilantunkan dengan nyanyian-nyanyian dari suara jemaat.

Kehadiran musik dalam ibadah bukan hanya sebagai sarana, tetapi sudah menjadi kodratnya, dan tugas musik sejak semula adalah memuji dan memuliakan Tuhan. Musik itu sendiri tidak dapat membuat orang bertobat/berubah tetapi musik adalah sarana untuk mengungkapkan perasaan yang terdalam kepada Allah dan manusia. Peranan musik dalam ibadah adalah sebagai alat komunikasi. Komunikasi musik secara vertikal meliputi respon dan tanggapan terhadap apa yang telah Allah singkapkan melalui Alkitab berupa pujian dan penyembahan, permohoan, doa, ucapan syukur, keluhan dan isi hati. Secara horizonatal, peran musik meliputi: mempersatukan, menguatkan mengajar (Kolose 3:16; Efesus 5:19), menyaksikan iman, dan memuliakan Tuhan, membangkitkan semangat dan sebagai hiburan. Di atas semuanya itu, musik harus dipersembahkan kembali untuk memuliakan Allah.

Seharusnya musik Gereja memiliki khasnya sendiri. Tidak boleh terpengaruh oleh perkembangan musik sekuler. Gereja-gereja Protestan terus mempertahankan khas musik Gerejawi yang diadopsi dari musik klasik dengan alat musik utama yaitu piano dan organ. Tetapi sayang bahwa musik gerejawi ini tidak berkembang, malahan cenderung mengalami kemunduran. Seharusnya musik Gereja dikemas secara kreatif dan kontruktif. Kreatif artinya bahwa musik itu tidak monoton dan membosankan, sehingga tetap memberikan semangat kepada jemaat dalam menyanyikan puji-pujian dan penyembahan. Konstruktif berarti bahwa musik yang dimainkan membangkitkan semangat dan iman orang-orang yang terlibat dalam penyembahan dengan diiringi oleh musik itu sendiri.

Sebenarnya, perbedaan jenis maupun karakter musik yang dipakai dalam ibadah penyembahan tidak perlu diperdebatkan. Bagi gereja-gereja yang masih mempertahankan tradisi musik klasik dengan alat musik utama piano dan organ, dapat melakukan penyembahan dengan khas musik itu. Gereja yang mengikuti karakter musik modern dengan alat musik band juga dapat melakukan penyembahan dengan diiringi musik seperti itu. Isu utama dalam musik Gerejawi bukan pada khas dan alat musiknya, melainkan bagaimana mempersembahkan musik terbaik untuk memuliakan Allah.

Orang-orang Kristen yang terpola dengan musik gerejawi tertentu dan tidak dapat menyembah Allah dengan pola musik yang lain perlu mengoreksi diri, apakah dirinya sungguh memuji Allah dengan benar atau hanya ingin menikmati alunan musik dalam ibadah. Sebab ada orang Kristen yang sangat terganggu dan bahkan mengaku tidak dapat menyembah Allah dengan jenis musik modern. Ada pula orang Kristen yang dilahirkan di kalangan Gereja-gereja Kharismatik mengaku tidak memiliki semangat menyembah Allah dengan jenis musik klasik. Jika hal itu terjadi, maka penyembahan seseorang patut dipertanyakan. Para penyembah Allah tidak pantas mempersoalkan jenis musik yang dipakai dalam penyembahan. Karena semua musik terbaik adalah milik Allah.

Ketika masih berstatus sebagai mahasiswa, saya sering menyaksikan bahwa sebagian mahasiswa malas mengikuti ibadah yang diiringi dengan musik klasik. Memang di Seminari kami terdiri dari orang-orang Kristen dari berbagai denominasi Gereja. Ketika saya dipercaya sebagai pemain musik atau pemimpin pujian, maka saya mengupayakan iringan musik yang kontruktif. Hasilnya banyak teman-teman bahkan para pembicara mengaku bahwa ibadah saat itu sangat mengesankan, menimbulkan gairah atau semangat memuji Tuhan, sekalipun musik yang dimainkan hanyalah piano atau organ. Jadi sesungguhnya apapun jenis musiknya, apabila dipersiapkan dengan baik dan motifnya untuk kemuliaan Allah, maka kegiatan ibadah itu akan hidup.

Sama dengan syarat bagi pelayan lainnya, para pemain musik haruslah orang-orang yang memiliki kesaksian hidup yang baik. Penyembahan dengan musik yang benar tidak berpatokan pada kehebatan bermain musiknya. Isu utama dalam musik gerjawi adalah bagaimana orang-orang yang terlibat dalam permainan musik itu hidup dengan benar, memiliki motivasi untuk memuliakan Allah. Jadi sekalipun permainan musiknya sangat bagus, namun apabila cara hidup pemain-pemain musiknya dan para penyanyinya tidak benar, maka penyebahan melalui pujian itu tidak sempurna di hadapan Allah. Akan tetapi sekalipun permainan musiknya sangat sederhana, namun jika orang-orang yang terlibat dalam musik itu, baik musik vokal maupun isntrumennya hidup dalam kebenaran, maka penyembahan mereka diperkenan Allah. Menjadi pemain musik gereja harus memiliki komitmen kesetiaan dan pemujaan kepada Allah.

Oleh" Hasrat P. Nazara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar