Menyembah dalam Roh dan Kebenaran
Salah satu penyelewengan konsep penyembahan yang terjadi
pada masa kini adalah pemahaman yang salah tentang konsep “Menyembah dalam roh
dan kebenaran.” Banyak orang Kristen mendefinisikan ulang apa yang dikatakan
oleh Tuhan Yesus dalam percakapan dengan perempuan Samaria: “Allah itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yoh.
4:23). Orang-orang ini berpendapat bahwa penyembahan dalam roh dan kebenaran
harus dilakukan dengan “berbahasa roh.” Selain menyesatkan, kelompok penganut
pandangan ini juga mempengaruhi dan bahkan memaksakan orang lain untuk
melakukannya. Akibatnya, banyak orang yang tidak mengerti konsep, baik penyembahan
maupun bahasa roh mengacaukan kekudusan penyembahan. Bukan tidak mungkin bahwa
pelafalan-pelafalan yang mereka anggap sebagai bahasa roh adalah bahasa-bahasa
lain yang tidak memuliakan Allah, malahan justru menghina Tuhan Yesus.
Akibatnya terjadi sandiwara hebat di dalam banyak Gereja.
Jika diperhatikan dengan seksama, pandangan bahwa
menyembah dalam roh sama dengan menyembah dengan berbahasa roh tidak berasal
dari orang-orang yang sungguh-sungguh belajar Kitab Suci. Konsep ini sebenarnya
berasal dari orang-orang yang memiliki semangat penyembahan tinggi tetapi tidak
diimbangi dengan pemahaman yang benar akan Kitab Suci. Mereka mengasihi Tuhan
dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan bahkan dengan segenap kekuatan,
tetapi sayang mereka tidak menyembah Tuhan dengan segenap akal budi. Mereka
tidak belajar baik-baik bahwa kasih terhadap Allah harus melibatkan pikiran dan
pengetahuan.
Sesungguhnya, pernyataan Tuhan Yesus bahwa para penyembah
Allah harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran tidak berhubungan dengan
bahasa roh atau ekspresi-ekspresi sejenisnya. Juga tidak dimaksudkan sebagai
mistik sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa-bangsa kafir, yang menyembah
kepada Allah yang tidak dikenal. Tuhan Yesus bermaksud menjelaskan konsep
penyembahan yang tidak terikat pada satu tempat. Konteks ayat-ayat itu
menunjukkan bahwa orang-orang Samaria menyembah pada suatu tempat, dan demikian
juga orang Israel menyembah dengan berkiblat ke Yerusalem. Pernyataan Tuhan
Yesus dalam hal ini hendak menyatakan konsep penyembahan yang benar.
1. Menyembah dalam Roh
Pernyataan
Tuhan Yesus bahwa barangsiapa menyembah Allah, harus menyembah-Nya dalam roh
dan kebenaran membutuhkan pemahaman yang memadai sehingga tidak menimbulkan
cara pandang baru yang tidak sesuai dengan maksud utamanya. Apa yang sering
ditafsirkan oleh beberapa orang yang tidak bertanggungjawab dengan
menghubungkannya pada bahasa roh merupakan kesalahan fatal. Mereka terlalu
berani berbicara, tetapi belum mempelajari prinsip firman Tuhan secara memadai.
Pemahaman yang memadai hanya akan diperoleh apabila pernyataan itu ditelaah
baik berdasarkan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab.
Berdasarkan
konteksnya, pernyataan Tuhan Yesus ini dilatarbelakangi oleh pernyataan dan
konsep perempuan Samaria bahwa mereka menyembah di atas gunung. Sementara pada
sisi lain, orang-orang Yahudi menyembah dengan berkiblat ke Yerusalem. Cara
pandang dua kelompok ini (baik orang Samaria maupun orang Yahudi) merupakan
cara penyembahan yang mengutamakan cara lahiriah. Orang-orang Samaria menyembah
apa yang mereka tidak kenal, dan orang-orang Yahudi menyembah dengan cara
lahiriah namun bukan dengan segenap hati.
Dalam
percakapan itu Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa penyembahan yang sesunguhnya
tidak harus berdasarkan tempat: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya
akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di
Yerusalem.” Selanjutnya Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa Allah adalah adalah
Roh, bukan seperti benda, patung atau tempat-tempat keramat sebagaimana orang-orang
Samaria itu menyembah di atas gunung. Juga tidak dapat disamakan dengan
benda-benda suci atau tempat-tempat ibadah sebagaimana yang ditekankan oleh
orang Yahudi. Allah tidak dapat dibatasi dengan ruang, karena Ia adalah Roh
adanya. Oleh karena itu, setiap orang yang menyembah-Nya harus menyembah dalam
roh dan kebenaran.
Kita
telah mengetahui bahwa penyembahan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, akan
tetapi pembahasan berikutnya berhubungan dengan penjelasan memadai tentang
menyembah dalam roh. Jelas, bahwa roh di sini adalah bagian terdalam dalam diri
manusia. Ini merupakan lawan kata dari cara penyembahan yang bersifat lahiriah.
Penyembahan yang bersifat lahiriah diperagakan oleh orang-orang terkemuka
Yahudi, orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat. Mereka melakukan ibadah dengan
tujuan mencari hormat, supaya mereka dipuji oleh orang lain (band. Mat. 6:5-6).
Allah membenci cara penyembahan seperti itu. Allah menghendaki setiap orang
menyembah-Nya dengan segenap hati, yang melibatkan bagian terdalam dari
kehidupan manusia, dilakukan dengan hati yang tulus, bukan kepura-puraan, juga
bukan dengan tujuan memperagakan kemampuan dengan ibadah yang serba meriah.
Kebenaran
ini kiranya mengoreksi cara ibadah dan penyembahan yang dilakukan oleh kebanyakan gereja pada
masa kini. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak sedikit orang-orang
Kristen, bahkan dengan berbagai denominasi Gereja memformulasikan suatu cara
ibadah yang meriah, tetapi mengabaikan hal yang penting yaitu penyembahan yang
melibatkan kemurnian hati untuk sujud di hadapan Allah.
Tidak
sedikit Gereja mempersiapkan suatu kebaktian, semacam KKR (Kebaktian Kebangunan
Rohani), dengan mendesain tempat yang luar biasa, sound sistem yang sangat
baik, lighting yang begitu mempesona. Bahkan tidak jarang dalam acara-acara
seperti itu, beberapa “Artis Rohani” juga turut diundang untuk menambah
kemegahan. Akan tetapi apabila bagian terpenting yaitu penyembahan yang
dilandasi kasih dan penghormatan kepada Allah diabaikan, maka bukan tidak
mungkin bahwa ibadah itu tidak diperkenankan Allah.
Menyembah
dalam roh sama sekali tidak berhubungan dengan bahasa roh. menyembah dalam roh
adalah keharusan bagi orang percaya, sedangkan bahasa roh adalah karunia Roh
Kudus. Kata “roh” diterjemahkan dari kata Yunani “pneuma” sedangkan bahasa roh diterjemahkan dari kata
Yunani “glossa” suatu istilah yang dari cara pelafalannya saja sangat jauh
berbeda. Semua orang percaya diwajibkan untuk menyembah Allah dalam roh, tetapi
tidak semua orang diberikan karunia untuk berbahasa roh. Jadi, siapapun tidak
beleh memaksakan orang lain untuk menyembah dengan bahasa roh, apalagi bagi
mereka yang belum diberikan karunia berbahasa roh.
Dengan
kebenaran ini, maka dapat dipastiskan bahwa apabila sebuah kebaktian disetting
sedemikian, di mana semua orang berbahasa roh, sementara tidak ada jaminan
bahwa kepada semua orang pasti diberikan karunia berbahasa roh, maka ibadah
yang semacam ini tidak lain dari sebuah sandiwara. Sedikit mengoreksi spara
“Hamba Tuhan” yang memaksakan jemaat berbahasa roh tidak pantas dianggap
sebagai pemimpin penyembahan. Hamba Tuhan yang semacam ini lebih cocok disebut
pemimpin sebuah sandiwara, karena ia hanya mengedepankan ekpresi, tetapi
mengabaikan ketulusan dan kemurnian penyembahan.
Menyembah
Allah dalam roh adalah menyembah Allah dengan melibatkan bagian hidup yang
paling dalam. Penyembahan semacam ini adalah penyembahan yang dimulai dari
dalam hati manusia, kemudian diekspresikan keluar dengan cara merendahkan diri
di hadapan Allah. Penyembahan ini tidak bergantung pada tempat atau keadaan.
Penyembahan dalam roh terjadi di dalam hati manusia, sehingga dapat dilakukan
di mana saja setiap saat. Roh kita berhubungan dengan Roh Allah.
Karena
berasal dari dalam hati, maka penyembahan dalam roh akan menimbulkan gairah
hidup yang mengasihi Allah. Ada semangat untuk mengasihi Allah dan bahkan rela
berkorban untuk penyembahan yang semacam ini. Ibadah dan penyembahan yang
dilakukan dalam roh dan kebenaran ditandai dengan semangat yang menyala-nyala
untuk memuji-muji Allah. Penyembahan tanpa gairah atau tanpa semangat
menunjukkan bahwa roh seseorang itu mati. Allah tidak menghendaki penyembahan
dengan roh yang mati. Allah menghendaki penyembahan dengan roh, gairah dan
semangat yang hidup.
2.
Menyembah dalam Kebenaran
Beberapa
tahun yang lalu, penulis menyaksikan sebuah kelompok orang percaya mengalami
keadaan sulit. Dalam keadaan yang sedemikian, mereka memutuskan untuk mengambil
waktu untuk berdoa di suatu tempat, yang oleh trend yang berkembang saat itu
disebut “Bukit Doa.” Dalam program itu, penulis diajak untuk mengambil bagian
dalam pelayanan dan doa. Pada malam itu ibadah berlangsung sebagaimana mestinya
dan penulis menjalankan bagian untuk melayani. Setelah selesai ibadah,
masing-masing menuju tempat-tempat yang sudah disediakan untuk berdoa, ada yang
dibentuk seperti gua, ada yang berbentuk kuburan, dan macam-macam yang lain.
Penulis mengambil keputusan untuk tinggal dan berdoa di kamar. Akan tetapi
mereka meminta saya keluar dari kamar dan mengahuskan saya berdoa di salah satu
tempat yang mereka anggap sebagai tempat berdoa.
Kejadian
itu mengingatkan saya pada percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria.
Mereka telah memformulasikan suatu cara ibadah yang sama sekali bukan petunjuk
Tuhan. Sebenarnya, penulis tidak mempermasalahkan soal keputusan suatu kelompok
untuk berdoa di bukit doa. Yang menjadi permasalahan adalah ketika mereka
memaksakan orang lain melakukan semacam ritual berdoa di dalam gua. Allah
memang tidak melarang seseorang berdoa di gua atau tempat-tempat khusus. Yang
menjadi permasalahan adalah ketika cara penyembahan itu dijadikan ritual dan
dijadikan kebenaran, seolah-olah kalau orang lain tidak berdoa seperti cara
mereka, dianggap salah.
Penyembah
bukan hanya dilakukan di dalam roh, tetapi juga harus dilakukan di dalam
kebenaran. Dua aspek ini harus diterapkan dalam setiap penyembah kita. Di atas
telah dijelaskan pengertian menyembah dalam roh, tetapi apa yang dimaksud dengan
kebenaran di sini? Dalam percakapan sebelumnya, Tuhan Yesus mengatakan kepada
perempuan Samaria itu: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal” (Yoh. 4:22).
Pengetahuan orang Samaria akan kebenaran memang sangat terbatas karena mereka
tidak menerima Perjanjian Lama yang telah diberikan kepada orang Israel. Mereka
memformulasikan suatu cara ibadah di atas gunung Gerizim tidak berdasarkan kebenaran. Itulah sebabnya Tuhan
Yesus mengatakan bahwa mereka menyembah apa yang mereka tidak kenal.
Pernyataan
yang sama juga pernah diutarakan oleh Rasul Paulus, berhubung dengan tindakan
orang-orang Israel: “Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa
mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.
Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka
berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk
kepada kebenaran Allah” (Rm. 10:2-3). Ibadah yang tidak dilandasi dengan
pengertian yang benar sama bahayanya dengan melawan Allah. Semua tata cara
ibadah yang dilakukan dengan cara sendiri dapat dikatakan mendirikan kebenaran
sendiri, dan hal itu dapat disamakan dengan tidak menyembah Allah.
Inilah
fenomena kebanyakan Gereja pada masa kini. Mereka lupa memperhatikan prinsip
firman dengan teliti, tetapi dengan semangat yang tinggi memformulasikan suatu
cara penyembahan yang baru. Kebanyakan penyembahan didirikan berdasarkan
pengalaman sendiri. Ibadah disiapkan sedemikian berdasarkan keinginan mereka
sendiri, untuk memuaskan kinginan mereka, untuk menarik banyak orang. Bukan
untuk menyembah Allah melainkan supaya jumlah yang hadir cukup fenomenal. Dan
sekalipun itu cukup fenomenal, namun bukan itu yang dikehendaki Allah. Yang
dicari oleh Bapa adalah para penyembah yang menyembah-Nya dalam kebenaran.
Daud
yang telah dipilih Tuhan untuk menerima semua janji-Nya, senatiasa meminta
pengertian tentang kebenaran: “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya
aku hidup menurut kebenaran-Mu” (Maz. 86:11). Daud memahami bahwa tanpa kebenaran,
ia biasa saja salah mengambil langkah hidupnya, juga dalam ibadah dan
penyembahannya. Maka ia dengan teliti memperhatikan setiap perintah Tuhan,
supaya ia tetap berkenan kepada Allah.
Menyembah
dalam kebenaran adalah menyembah Allah dengan mengikuti perintah Allah dalam
firman-Nya. Kebenaran Allah di sini pertama-tama dimulai dengan mengenal Allah
yang disembah. Untuk mengenal Allah, maka seseorang harus mengenal Yesus
terlebih dahulu, dengan cara menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah
sasaran percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria. Mengenal Allah yang
disembah sangat penting, karena bagaimana mungkin seseorang menyembah apa yang
ia tidak kenal. Dengan mengenal Allah yang benar, maka seseorang akan mengenal
segala karya Allah dalam Kristus, dan itulah yang akan mendorongnya untuk
melakukan penyembahan. Mengenal kebenaran juga akan memberikan motivasi yang
murni dan benar kepada seseorang.
Menyembah
dalam kebenaran juga dipahami dalam konteks di mana ketika seseorang hidup
dalam penyembahan, ia juga harus bertumbuh dalam pengenalan akan kebenaran
Allah. Artinya seseorang yang memiliki semangat untuk menyembah Allah tidak
boleh lalai untuk bertekun mempelajari firman Allah. Justru firman Allah akan
membawa seseorang semakin intim dengan Tuhan. Struktur gramatika Yohanes 4:24
menunjukkan kala present, yang menyatakan bahwa kegiatan penyembahan itu
berlangsung terus menerus, secara berkesinambungan. Bersamaan dengan
penyembahan yang berlangsung terus itu, maka seseorang juga harus hidup dan
bertumbuh dalam kebenaran.
Kebenaran
juga berbicara mengenai prinsip-prinsip yang diperintahkan Tuhan dan yang
dilarang-Nya. Ada hal-hal yang sangat prinsip dan tidak boleh diabaikan,
misalnya tidak boleh menyembah kepada ilah lain. Akan tetapi ada juga hal-hal di mana Allah
memberikan kesempatan kepada umat-Nya untuk menentukannya sendiri, misalnya
tentang liturgi ibadah. Jadi ada hal-hal yang mutlak tetapi ada hal-hal yang
relatif. Jangan sampai yang mutlak direlatifkan dan yang relatif dimutlakkan.
Ada
banyak Gereja yang salah dalam memahami kebenaran Allah. Ada bagian-bagian yang
mutlak diabaikan sementara yang relatif dijadikan mutlak. Beberapa kelompok
orang Kristen mempersilahkan orang-orang yang kaya naik mimbar, melayani,
padahal orang tersebut hidup dalam perselingkuhan. Orang selingkuh seharusnya
mutlak tidak layak diperbolehkan naik mimbar. Itu artinya mengabaikan yang
mutlak. Sementara hal-hal yang seharusnya relatif misalya penggunaan bahasa roh
dijadikan mutlak. Pemutarbalikan ini berhubungan dengan kebenaran.
Untuk
mengenal kebenaran, selayaknya Gereja-gereja mengutamakan pemberitaan firman
Tuhan dan Pendalaman Alkitab. Ini memang yang sangat disayangkan, bahwa hal itu
terlalu sulit ditemukan lagi pada zaman ini. Khotbah-khotbah ekspositori mutlak
diperlukan untuk membawa jemaat pada penyembahan yang benar. Pendalaman Alkitab
juga sangat bermanfaat dalam pertumbuhan orang-orang Kristen. Dalam 2 Timotius
3:16-17 dikatakan “ Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan
untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia
kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
3.
Penyembahan dalan Roh dan Kebenaran
Menyembah
dalam roh dan menyembah dalam kebenaran merupakan elemen pokok dalam
penyembahan. Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan. Banyak orang-orang yang
menyembah Allah dengan sepenuh hati, tetapi tidak dilandasi dengan pengenalan
akan kebenaran Allah; sedangkan pada sisi yang lain tidak sedikit orang yang
memiliki pengetahuan memadai akan kehendak Allah, tetapi tidak menyembah Allah
dari dalam hati mereka. Jika salah satu bagian ini diabaikan, itu sama dengan
mengabaikan kedua-duanya, yang berarti penyembahan kita bukanlah penyembahan
yang berkenan dan kita tidak layak disebut sebagai para penyembah yang benar.
Dalam
Yohenas 4:23 dikatakan: “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang,
bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;
sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Ayat ini menegaskan
kepada kita bahwa Allah Bapa menghendaki para penyembah-Nya menyembah Dia bukan
hanya dalam roh saja melainkan juga dalam kebenaran. Dari pernyataan ini, dapat
dikatakan bahwa usaha untuk membangun gedung Gereja atau sarana ibadah lainnya
tidak terlalu relevan dalam penyembahan. Allah tidak mencari tempat penyembahan
yang megah, juga tidak mencari orang-orang yang hanya mengetahui kebenaran
saja. Allah mencari dan menghendaki umat-Nya menyembah Dia dengan hati nurani
yang benar, penuh dengan kasih.
Kebenaran
Allah akan menuntun dan mengendalikan semangat dan gairah seseorang dalam
penyembahan. Ada penyembahan yang semangatnya melebihi batas kewajaran,
sebagaimana halnya yang pernah terjadi dalam Jemaat di Korintus (1 Kor. 12-14).
Penyembahan semacam ini mengedepankan semangat dan manifestasi karunia Roh
Kudus, akan tetapi menimbulkan permasalahan baru yaitu keributan, kesombongan,
dan ketidak-teraturan. Jemaat ini lebih mengutamakan pengalaman-pengalaman
pribadi dari pada tuntunan Roh Kudus sendiri. Maka Paulus menasihatkan jemaat
itu supaya mereka menjalankan semuanya dengan tertib dan teratur (band. 1 Kor.
14:33,40). Jika penyembahan dalam roh diseimbangkan dengan kebenaran, maka
penyembahan itu akan berlangsung sesuai dengan kehendak Allah.
Menyembah
dalam roh dan kebanaran membutuhkan keputusan yang bulat, memfokuskan hati
untuk menyembah Allah, sambil menyerahkan hidup sepenuhnya dalam pimpinan Roh
Kudus. Jika seseorang menyembah Allah tanpa memohom pimpinan Roh Kudus, bukan
tidak mungkin ia akan menyembah berdasarkan semangat lahiriahnya saja. Atau
mungkin ia akan menyembah Allah berdasarkan akal pikirannya saja tetapi tidak
berdasarkan kemurnian dan kerendahan hatinya. Justru pengenalan akan kebenaran
membuat seseorang makin bergairah, makin rendah hati dan makin cinta Tuhan.
Semangat yang tinggi yang melibatkan roh akan membawa seseorang semakin setia
di dalam kebenaran. Maka penyembahan kepada Allah pun akan berlangsung sesuai
dengan kehendak-Nya.
Rasul
Paulus memberikan nasihat yang cukup tepat: “Karena itu, perhatikanlah dengan
saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti
orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah
jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti
kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan
hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang
kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati” (Ef. 5:15-19).
Ayat-ayat ini menjelaskan cara penyembahan yang melibatkan roh maupun
kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar