Senin, 05 September 2022

MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN

 Menyembah dalam Roh dan Kebenaran

 

Salah satu penyelewengan konsep penyembahan yang terjadi pada masa kini adalah pemahaman yang salah tentang konsep “Menyembah dalam roh dan kebenaran.” Banyak orang Kristen mendefinisikan ulang apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam percakapan dengan perempuan Samaria: “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:23). Orang-orang ini berpendapat bahwa penyembahan dalam roh dan kebenaran harus dilakukan dengan “berbahasa roh.” Selain menyesatkan, kelompok penganut pandangan ini juga mempengaruhi dan bahkan memaksakan orang lain untuk melakukannya. Akibatnya, banyak orang yang tidak mengerti konsep, baik penyembahan maupun bahasa roh mengacaukan kekudusan penyembahan. Bukan tidak mungkin bahwa pelafalan-pelafalan yang mereka anggap sebagai bahasa roh adalah bahasa-bahasa lain yang tidak memuliakan Allah, malahan justru menghina Tuhan Yesus. Akibatnya terjadi sandiwara hebat di dalam banyak Gereja.

Jika diperhatikan dengan seksama, pandangan bahwa menyembah dalam roh sama dengan menyembah dengan berbahasa roh tidak berasal dari orang-orang yang sungguh-sungguh belajar Kitab Suci. Konsep ini sebenarnya berasal dari orang-orang yang memiliki semangat penyembahan tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pemahaman yang benar akan Kitab Suci. Mereka mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan bahkan dengan segenap kekuatan, tetapi sayang mereka tidak menyembah Tuhan dengan segenap akal budi. Mereka tidak belajar baik-baik bahwa kasih terhadap Allah harus melibatkan pikiran dan pengetahuan.

Sesungguhnya, pernyataan Tuhan Yesus bahwa para penyembah Allah harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran tidak berhubungan dengan bahasa roh atau ekspresi-ekspresi sejenisnya. Juga tidak dimaksudkan sebagai mistik sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa-bangsa kafir, yang menyembah kepada Allah yang tidak dikenal. Tuhan Yesus bermaksud menjelaskan konsep penyembahan yang tidak terikat pada satu tempat. Konteks ayat-ayat itu menunjukkan bahwa orang-orang Samaria menyembah pada suatu tempat, dan demikian juga orang Israel menyembah dengan berkiblat ke Yerusalem. Pernyataan Tuhan Yesus dalam hal ini hendak menyatakan konsep penyembahan yang benar.

 

1.      Menyembah dalam Roh

Pernyataan Tuhan Yesus bahwa barangsiapa menyembah Allah, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran membutuhkan pemahaman yang memadai sehingga tidak menimbulkan cara pandang baru yang tidak sesuai dengan maksud utamanya. Apa yang sering ditafsirkan oleh beberapa orang yang tidak bertanggungjawab dengan menghubungkannya pada bahasa roh merupakan kesalahan fatal. Mereka terlalu berani berbicara, tetapi belum mempelajari prinsip firman Tuhan secara memadai. Pemahaman yang memadai hanya akan diperoleh apabila pernyataan itu ditelaah baik berdasarkan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab.

Berdasarkan konteksnya, pernyataan Tuhan Yesus ini dilatarbelakangi oleh pernyataan dan konsep perempuan Samaria bahwa mereka menyembah di atas gunung. Sementara pada sisi lain, orang-orang Yahudi menyembah dengan berkiblat ke Yerusalem. Cara pandang dua kelompok ini (baik orang Samaria maupun orang Yahudi) merupakan cara penyembahan yang mengutamakan cara lahiriah. Orang-orang Samaria menyembah apa yang mereka tidak kenal, dan orang-orang Yahudi menyembah dengan cara lahiriah namun bukan dengan segenap hati.

Dalam percakapan itu Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa penyembahan yang sesunguhnya tidak harus berdasarkan tempat: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.” Selanjutnya Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa Allah adalah adalah Roh, bukan seperti benda, patung atau tempat-tempat keramat sebagaimana orang-orang Samaria itu menyembah di atas gunung. Juga tidak dapat disamakan dengan benda-benda suci atau tempat-tempat ibadah sebagaimana yang ditekankan oleh orang Yahudi. Allah tidak dapat dibatasi dengan ruang, karena Ia adalah Roh adanya. Oleh karena itu, setiap orang yang menyembah-Nya harus menyembah dalam roh dan kebenaran.

Kita telah mengetahui bahwa penyembahan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, akan tetapi pembahasan berikutnya berhubungan dengan penjelasan memadai tentang menyembah dalam roh. Jelas, bahwa roh di sini adalah bagian terdalam dalam diri manusia. Ini merupakan lawan kata dari cara penyembahan yang bersifat lahiriah. Penyembahan yang bersifat lahiriah diperagakan oleh orang-orang terkemuka Yahudi, orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat. Mereka melakukan ibadah dengan tujuan mencari hormat, supaya mereka dipuji oleh orang lain (band. Mat. 6:5-6). Allah membenci cara penyembahan seperti itu. Allah menghendaki setiap orang menyembah-Nya dengan segenap hati, yang melibatkan bagian terdalam dari kehidupan manusia, dilakukan dengan hati yang tulus, bukan kepura-puraan, juga bukan dengan tujuan memperagakan kemampuan dengan ibadah yang serba meriah.

Kebenaran ini kiranya mengoreksi cara ibadah dan penyembahan  yang dilakukan oleh kebanyakan gereja pada masa kini. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak sedikit orang-orang Kristen, bahkan dengan berbagai denominasi Gereja memformulasikan suatu cara ibadah yang meriah, tetapi mengabaikan hal yang penting yaitu penyembahan yang melibatkan kemurnian hati untuk sujud di hadapan Allah.

Tidak sedikit Gereja mempersiapkan suatu kebaktian, semacam KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani), dengan mendesain tempat yang luar biasa, sound sistem yang sangat baik, lighting yang begitu mempesona. Bahkan tidak jarang dalam acara-acara seperti itu, beberapa “Artis Rohani” juga turut diundang untuk menambah kemegahan. Akan tetapi apabila bagian terpenting yaitu penyembahan yang dilandasi kasih dan penghormatan kepada Allah diabaikan, maka bukan tidak mungkin bahwa ibadah itu tidak diperkenankan Allah.

Menyembah dalam roh sama sekali tidak berhubungan dengan bahasa roh. menyembah dalam roh adalah keharusan bagi orang percaya, sedangkan bahasa roh adalah karunia Roh Kudus. Kata “roh” diterjemahkan dari kata Yunani “pneuma”  sedangkan bahasa roh diterjemahkan dari kata Yunani “glossa” suatu istilah yang dari cara pelafalannya saja sangat jauh berbeda. Semua orang percaya diwajibkan untuk menyembah Allah dalam roh, tetapi tidak semua orang diberikan karunia untuk berbahasa roh. Jadi, siapapun tidak beleh memaksakan orang lain untuk menyembah dengan bahasa roh, apalagi bagi mereka yang belum diberikan karunia berbahasa roh.

Dengan kebenaran ini, maka dapat dipastiskan bahwa apabila sebuah kebaktian disetting sedemikian, di mana semua orang berbahasa roh, sementara tidak ada jaminan bahwa kepada semua orang pasti diberikan karunia berbahasa roh, maka ibadah yang semacam ini tidak lain dari sebuah sandiwara. Sedikit mengoreksi spara “Hamba Tuhan” yang memaksakan jemaat berbahasa roh tidak pantas dianggap sebagai pemimpin penyembahan. Hamba Tuhan yang semacam ini lebih cocok disebut pemimpin sebuah sandiwara, karena ia hanya mengedepankan ekpresi, tetapi mengabaikan ketulusan dan kemurnian penyembahan.

Menyembah Allah dalam roh adalah menyembah Allah dengan melibatkan bagian hidup yang paling dalam. Penyembahan semacam ini adalah penyembahan yang dimulai dari dalam hati manusia, kemudian diekspresikan keluar dengan cara merendahkan diri di hadapan Allah. Penyembahan ini tidak bergantung pada tempat atau keadaan. Penyembahan dalam roh terjadi di dalam hati manusia, sehingga dapat dilakukan di mana saja setiap saat. Roh kita berhubungan dengan Roh Allah.

Karena berasal dari dalam hati, maka penyembahan dalam roh akan menimbulkan gairah hidup yang mengasihi Allah. Ada semangat untuk mengasihi Allah dan bahkan rela berkorban untuk penyembahan yang semacam ini. Ibadah dan penyembahan yang dilakukan dalam roh dan kebenaran ditandai dengan semangat yang menyala-nyala untuk memuji-muji Allah. Penyembahan tanpa gairah atau tanpa semangat menunjukkan bahwa roh seseorang itu mati. Allah tidak menghendaki penyembahan dengan roh yang mati. Allah menghendaki penyembahan dengan roh, gairah dan semangat yang hidup.

 

2.      Menyembah dalam Kebenaran

Beberapa tahun yang lalu, penulis menyaksikan sebuah kelompok orang percaya mengalami keadaan sulit. Dalam keadaan yang sedemikian, mereka memutuskan untuk mengambil waktu untuk berdoa di suatu tempat, yang oleh trend yang berkembang saat itu disebut “Bukit Doa.” Dalam program itu, penulis diajak untuk mengambil bagian dalam pelayanan dan doa. Pada malam itu ibadah berlangsung sebagaimana mestinya dan penulis menjalankan bagian untuk melayani. Setelah selesai ibadah, masing-masing menuju tempat-tempat yang sudah disediakan untuk berdoa, ada yang dibentuk seperti gua, ada yang berbentuk kuburan, dan macam-macam yang lain. Penulis mengambil keputusan untuk tinggal dan berdoa di kamar. Akan tetapi mereka meminta saya keluar dari kamar dan mengahuskan saya berdoa di salah satu tempat yang mereka anggap sebagai tempat berdoa.

Kejadian itu mengingatkan saya pada percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria. Mereka telah memformulasikan suatu cara ibadah yang sama sekali bukan petunjuk Tuhan. Sebenarnya, penulis tidak mempermasalahkan soal keputusan suatu kelompok untuk berdoa di bukit doa. Yang menjadi permasalahan adalah ketika mereka memaksakan orang lain melakukan semacam ritual berdoa di dalam gua. Allah memang tidak melarang seseorang berdoa di gua atau tempat-tempat khusus. Yang menjadi permasalahan adalah ketika cara penyembahan itu dijadikan ritual dan dijadikan kebenaran, seolah-olah kalau orang lain tidak berdoa seperti cara mereka, dianggap salah.

Penyembah bukan hanya dilakukan di dalam roh, tetapi juga harus dilakukan di dalam kebenaran. Dua aspek ini harus diterapkan dalam setiap penyembah kita. Di atas telah dijelaskan pengertian menyembah dalam roh, tetapi apa yang dimaksud dengan kebenaran di sini? Dalam percakapan sebelumnya, Tuhan Yesus mengatakan kepada perempuan Samaria itu: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal” (Yoh. 4:22). Pengetahuan orang Samaria akan kebenaran memang sangat terbatas karena mereka tidak menerima Perjanjian Lama yang telah diberikan kepada orang Israel. Mereka memformulasikan suatu cara ibadah di atas gunung Gerizim tidak  berdasarkan kebenaran. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka menyembah apa yang mereka tidak kenal.

Pernyataan yang sama juga pernah diutarakan oleh Rasul Paulus, berhubung dengan tindakan orang-orang Israel: “Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Rm. 10:2-3). Ibadah yang tidak dilandasi dengan pengertian yang benar sama bahayanya dengan melawan Allah. Semua tata cara ibadah yang dilakukan dengan cara sendiri dapat dikatakan mendirikan kebenaran sendiri, dan hal itu dapat disamakan dengan tidak menyembah Allah.

Inilah fenomena kebanyakan Gereja pada masa kini. Mereka lupa memperhatikan prinsip firman dengan teliti, tetapi dengan semangat yang tinggi memformulasikan suatu cara penyembahan yang baru. Kebanyakan penyembahan didirikan berdasarkan pengalaman sendiri. Ibadah disiapkan sedemikian berdasarkan keinginan mereka sendiri, untuk memuaskan kinginan mereka, untuk menarik banyak orang. Bukan untuk menyembah Allah melainkan supaya jumlah yang hadir cukup fenomenal. Dan sekalipun itu cukup fenomenal, namun bukan itu yang dikehendaki Allah. Yang dicari oleh Bapa adalah para penyembah yang menyembah-Nya dalam kebenaran.

Daud yang telah dipilih Tuhan untuk menerima semua janji-Nya, senatiasa meminta pengertian tentang kebenaran: “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu” (Maz. 86:11). Daud memahami bahwa tanpa kebenaran, ia biasa saja salah mengambil langkah hidupnya, juga dalam ibadah dan penyembahannya. Maka ia dengan teliti memperhatikan setiap perintah Tuhan, supaya ia tetap berkenan kepada Allah.

Menyembah dalam kebenaran adalah menyembah Allah dengan mengikuti perintah Allah dalam firman-Nya. Kebenaran Allah di sini pertama-tama dimulai dengan mengenal Allah yang disembah. Untuk mengenal Allah, maka seseorang harus mengenal Yesus terlebih dahulu, dengan cara menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itulah sasaran percakapan Tuhan Yesus dengan perempuan Samaria. Mengenal Allah yang disembah sangat penting, karena bagaimana mungkin seseorang menyembah apa yang ia tidak kenal. Dengan mengenal Allah yang benar, maka seseorang akan mengenal segala karya Allah dalam Kristus, dan itulah yang akan mendorongnya untuk melakukan penyembahan. Mengenal kebenaran juga akan memberikan motivasi yang murni dan benar kepada seseorang.

Menyembah dalam kebenaran juga dipahami dalam konteks di mana ketika seseorang hidup dalam penyembahan, ia juga harus bertumbuh dalam pengenalan akan kebenaran Allah. Artinya seseorang yang memiliki semangat untuk menyembah Allah tidak boleh lalai untuk bertekun mempelajari firman Allah. Justru firman Allah akan membawa seseorang semakin intim dengan Tuhan. Struktur gramatika Yohanes 4:24 menunjukkan kala present, yang menyatakan bahwa kegiatan penyembahan itu berlangsung terus menerus, secara berkesinambungan. Bersamaan dengan penyembahan yang berlangsung terus itu, maka seseorang juga harus hidup dan bertumbuh dalam kebenaran.

Kebenaran juga berbicara mengenai prinsip-prinsip yang diperintahkan Tuhan dan yang dilarang-Nya. Ada hal-hal yang sangat prinsip dan tidak boleh diabaikan, misalnya tidak boleh menyembah kepada ilah lain.   Akan tetapi ada juga hal-hal di mana Allah memberikan kesempatan kepada umat-Nya untuk menentukannya sendiri, misalnya tentang liturgi ibadah. Jadi ada hal-hal yang mutlak tetapi ada hal-hal yang relatif. Jangan sampai yang mutlak direlatifkan dan yang relatif dimutlakkan.

Ada banyak Gereja yang salah dalam memahami kebenaran Allah. Ada bagian-bagian yang mutlak diabaikan sementara yang relatif dijadikan mutlak. Beberapa kelompok orang Kristen mempersilahkan orang-orang yang kaya naik mimbar, melayani, padahal orang tersebut hidup dalam perselingkuhan. Orang selingkuh seharusnya mutlak tidak layak diperbolehkan naik mimbar. Itu artinya mengabaikan yang mutlak. Sementara hal-hal yang seharusnya relatif misalya penggunaan bahasa roh dijadikan mutlak. Pemutarbalikan ini berhubungan dengan kebenaran.

Untuk mengenal kebenaran, selayaknya Gereja-gereja mengutamakan pemberitaan firman Tuhan dan Pendalaman Alkitab. Ini memang yang sangat disayangkan, bahwa hal itu terlalu sulit ditemukan lagi pada zaman ini. Khotbah-khotbah ekspositori mutlak diperlukan untuk membawa jemaat pada penyembahan yang benar. Pendalaman Alkitab juga sangat bermanfaat dalam pertumbuhan orang-orang Kristen. Dalam 2 Timotius 3:16-17 dikatakan “ Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”

 

3.      Penyembahan dalan Roh dan Kebenaran

Menyembah dalam roh dan menyembah dalam kebenaran merupakan elemen pokok dalam penyembahan. Kedua bagian ini tidak dapat dipisahkan. Banyak orang-orang yang menyembah Allah dengan sepenuh hati, tetapi tidak dilandasi dengan pengenalan akan kebenaran Allah; sedangkan pada sisi yang lain tidak sedikit orang yang memiliki pengetahuan memadai akan kehendak Allah, tetapi tidak menyembah Allah dari dalam hati mereka. Jika salah satu bagian ini diabaikan, itu sama dengan mengabaikan kedua-duanya, yang berarti penyembahan kita bukanlah penyembahan yang berkenan dan kita tidak layak disebut sebagai para penyembah yang benar.

Dalam Yohenas 4:23 dikatakan: “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa Allah Bapa menghendaki para penyembah-Nya menyembah Dia bukan hanya dalam roh saja melainkan juga dalam kebenaran. Dari pernyataan ini, dapat dikatakan bahwa usaha untuk membangun gedung Gereja atau sarana ibadah lainnya tidak terlalu relevan dalam penyembahan. Allah tidak mencari tempat penyembahan yang megah, juga tidak mencari orang-orang yang hanya mengetahui kebenaran saja. Allah mencari dan menghendaki umat-Nya menyembah Dia dengan hati nurani yang benar, penuh dengan kasih.

Kebenaran Allah akan menuntun dan mengendalikan semangat dan gairah seseorang dalam penyembahan. Ada penyembahan yang semangatnya melebihi batas kewajaran, sebagaimana halnya yang pernah terjadi dalam Jemaat di Korintus (1 Kor. 12-14). Penyembahan semacam ini mengedepankan semangat dan manifestasi karunia Roh Kudus, akan tetapi menimbulkan permasalahan baru yaitu keributan, kesombongan, dan ketidak-teraturan. Jemaat ini lebih mengutamakan pengalaman-pengalaman pribadi dari pada tuntunan Roh Kudus sendiri. Maka Paulus menasihatkan jemaat itu supaya mereka menjalankan semuanya dengan tertib dan teratur (band. 1 Kor. 14:33,40). Jika penyembahan dalam roh diseimbangkan dengan kebenaran, maka penyembahan itu akan berlangsung sesuai dengan kehendak Allah.

Menyembah dalam roh dan kebanaran membutuhkan keputusan yang bulat, memfokuskan hati untuk menyembah Allah, sambil menyerahkan hidup sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus. Jika seseorang menyembah Allah tanpa memohom pimpinan Roh Kudus, bukan tidak mungkin ia akan menyembah berdasarkan semangat lahiriahnya saja. Atau mungkin ia akan menyembah Allah berdasarkan akal pikirannya saja tetapi tidak berdasarkan kemurnian dan kerendahan hatinya. Justru pengenalan akan kebenaran membuat seseorang makin bergairah, makin rendah hati dan makin cinta Tuhan. Semangat yang tinggi yang melibatkan roh akan membawa seseorang semakin setia di dalam kebenaran. Maka penyembahan kepada Allah pun akan berlangsung sesuai dengan kehendak-Nya.

Rasul Paulus memberikan nasihat yang cukup tepat: “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati” (Ef. 5:15-19). Ayat-ayat ini menjelaskan cara penyembahan yang melibatkan roh maupun kebenaran.

Penyembahan sesungguhnya yang dimaksud oleh Tuhan Yesus adalah penyembahan yang berlangsung berkesinambungan. Tense Yunani yang dipakai dalam Yohanes 4:23-24 berkala present, yang artinya melibatkan kegiatan yang berlangsung pada waktu lampau, kini dan akan datang. Menyembah Allah bukan hanya berlangsung sesaat, dan setelah itu kembali pada cara hidup yang lama, atau seketika bermanifestasi secara berlebihan, lalu pulang ke rumah dengan suam tanpa kasih. Kegiatan penyembahan harus berlangsung sejak seseorang lahir baru, sepanjang hidup, dan sampai akhir hayat.

Oleh: Hasrat P. Nazara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar