Senin, 31 Agustus 2015

Penyembahan dalam Alkitab: Dimensi HistorisFenomena Penyembahan Pada Masa Kini

Fenomena Penyembahan Pada Masa Kini
Dengan mengamati fenomena pada masa kini, tidak dapat dipungkiri bahwa penyembahan menjadi barang langka, yang oleh A, W. Tozer menyebutnya sebagai “Permata Gereja yang hilang.” Selanjutnya Arthur mengemukakan: “Kita mempunyai banyak kegiatan dan sedikit penyembahan. Kita besar dalam pelayanan, tetapi kecil dalam pemujaan.”[1] Memang kelihatannya, terlalu banyak anggaran dana untuk sebuah kegiatan semacam konser Rohani, dan bahkan Kebaktian-kebaktian Kebangunan Rohani pada masa kini, namun pada kenyataannya hanya sedikit orang yang benar-benar menyembah Allah dalam kegiatan-kegiatan yang semacam itu.
Sekalipun sebagian orang-orang Kristen berusaha dengan sekuat tenaga mengupayakan penyembahan yang benar dengan berlandaskan Kitab Suci, namun arus perkembangan aliran-aliran “Praise and Worship” dalam pengertian yang lebih sempit semakin tak terbendung. Pengaruhnya begitu meluas sehingga dapat dikatakan bahwa cara penyembahan semacam itu telah masuk dalam kebanyakan denominasi Gereja-gereja tertentu. Beberapa orang dengan konsep Praise and Worship-nya yang sempit dengan terang-terangan menganggap Gereja-gereja aliran Protestan sebagai Gereja yang tidak melakukan penyembahan pada saat beribadah. Maka selama beberapa tahun terakhir, beberapa jemaat menyatakan kepada penulis bahwa mereka sempat mengikuti kebaktian dalam suatu Gereja tertentu, tetapi tidak ada penyembahan, dalam persepsi “Praise and Worship.” Ini bukan masalah substansi penyembahan itu, tetapi lebih merupakan konsep sempit yang telah mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap tata cara ibadah dalam Gereja.
Justru dalam Gereja-gereja yang mengaku memiliki tata cara penyembahan yang dikemas dalam “Praise and Worship,” terlalu sulit untuk ditemukan penyembahan yang benar-benar konsisten. Benar bahwa di dalam Gereja, jemaat kelihatannya terlalu ekspresif dalam menyembah Tuhan, namun dalam kehidupan keseharian penyembahan tidak menjadi prioritas. Pada hari Minggu, banyak jemaat datang ke Gereja untuk menyembah Tuhan. Tetapi pada hari-hari lain mereka kembali pada cara kehidupan yang lama, termasuk perseteruan, kesombongan, kepahitan, dll. Ini tidak berarti bahwa Gereja-gereja yang tidak memiliki liturgi “Praise and Worship” lebih baik. Malahan, Gereja-gereja yang liturginya cenderung kaku, memiliki kecenderungan pada penyembahan yang bersifat rutinitas. Tentu keadaan yang semacam ini lebih memprihatinkan.



[1] John Mac Arthur, Prioritas Utama dalam Penyembahan (Bandung: Kalam Hidup, 2001), 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar