Minggu, 02 Oktober 2022

Makna - Pengertian Kata "Amin"

  

 MAKNA TEOLOGIS KATA "AMIN"

Prolog

            Saudara-saudara pendengar RRI Mataram, khususnya umat Kristiani yang berbahagia. Saya Mr. HASRAT NAZARA, S.Th, (Penyuluh Agama Kristen) mengucapkan salam Sejahtera dalam kasih Tuhan Yesus Kristus. Kita bersyukur kepada Tuhan, di mana kita ada sebagaimana adanya pada saat ini, di mana kita menyadari betul bahwa semua itu karena kasih karunia Tuhan. Terlebih lagi kita terus memuji Tuhan karena kita dapat bersama-sama kembali dalam acara SIARAN MIMBAR AGAMA KRISTEN melalui RRI MATARAM pada saat ini.

            Bapak/Ibu yang terkasih di dalam Tuhan, tema yang akan kita bahas pada malam hari ini adalah “AMIN UNTUK KEMULIAAN ALLAH” dengan dasar firman Tuhan yang kita baca dari Mazmur 106:48 dan 2 Korintus 1:20. Sebelumnya kita mendengarkan kesaksian pujian dengan judul “DARI DIA, OLEH DIA.”

Doa Pembukaan

            Saudara-saudara yang terkasih, sebelum kita membaca dan merenungkan Firman Tuhan, marilah kita berdoa memohon bimbingan Roh Kudus: “Ya Allah dan Bapa kami yang maha kuasa, kami bersyukur dan berterima kasih atas kasih karunia-Mu yang Engkau limpahkan kepada kami sampai saat ini, terlebih lagi karena kami telah Engkau tuntun menjalani tahun ini dan akan segera memasuki tahun yang baru. Sebelum kami membahas kebenaran-Mu, kami memohon bimbingan dan pertolongan Roh Kudus-Mu sehingga kami mengerti maksud Firman-Mu yang akan kami renungkan pada malam hari ini. Kami mohon urapi kami sehingga kami dapat menerima firman-Mu ini dan terlebih lagi dapat melakukannya dalam kehidupan keseharian kami. Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin!”

Pembacaan Firman Tuhan dan Renungan

            Mari kita membaca firman Tuhan dari Perjanjian Lama, Mazmur 106:48. Demikian Firman Tuhan: “Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, dan biarlah seluruh umat mengatakan: "Amin!" Haleluya!

Dan juga kita membaca Firman Tuhan dari Perjanjian Baru, dalam 2 Korintus 1:20, Demikian Firman Tuhan: “Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin untuk memuliakan Allah.”

            Saudara-saudara pendengar RRI yang terkasih, ungkapan atau kata “Amin” merupakan ungkapan yang sering kita ucapkan dalam keseharian kita, dan terutama dalam ibadah kita. Bahkan hampir semua orang pasti mengungkapkan kata ini dalam kehidupan sehari-hari dan terlebih lagi dalam kegiatan Ibadah. Itulah sebabnya istilah “Amin” ini sudah tidak asing lagi dalam pendengaran kita.

Kita harus akui bahwa sekalipun kata ini sering kita ungkapkan, namun tidak banyak orang yang memahami secara mendalam arti yang sesungguhnya dari uangkapan “Amin” ini. Sebagai orang-orang Kristen, kita senantiasa mengucapkan kata “Amin” terutama dalam kegiatan Ibadah kita. Oleh karena itu kita harus memahani secara benar apa arti atau makna ketika mengungkapkan “Amin” dalam kehidupan atau kegiatan Ibadah kita. Sesungguhnya ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam dan jika kita mengungkapkannya dengan benar, akan menghasilkan kuasa yang mampu membangun kehidupan spiritual kita.

Ayat Firman yang baru saja kita baca baik dari Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, mengungkapkan suatu kebenaran bahwa ungkapan “Amin” ini senantiasa dihubungkan dengan kemuliaan Allah. Itulah sebabnya kita membahas istilah ini dengan tema “Amin untuk Kemuliaan Allah.”

 

1.      Pengertian “Amin”

 Sebelum kita lebih jauh membahas tentang tema ini, pertama-tama kita harus memahami secara mendasar pengertian istilah ini.

      Kata “Amin” berasal dari akar kata Ibrani “AMAN” yang berarti “percaya, dengan sungguh”

      Rumpun kata yang sama adalah “emet” (kebenaran); “emuna” (kesetiaan)

      Secara etimologis kata ini memiliki pengertian:

-          Berpegang teguh pada janji Allah

-          Allah yang setia

-           Demikianlah hendaknya terjadi

-           Percaya, (beriman)

      Kata ini dipakai dalam bahasa Yunani, yang ditransliterasikan dari kata Ibrani “Amin”

Jadi secara mendasar, ketika kita mengatakan amin: kita sedang menyatakan iman atau kepercayaan kita kepada Tuhan bahwa hal itu akan terjadi sebagaimana Allah kehendaki. Pengertian ini akan semakin menarik karena kita akan membahasnya secara lebih mendalam lagi. Nah, untuk itu kita perlu belajar bagaimana penggunaan kata ini dalam Kitab Suci.

 

2.      Penggunaan Kata “Amin” dalam Alkitab

Supaya kita mengerti lebih dalam tentang ungkapan “Amin” ini; maka kita perlu belajar bagaimana penggunaan kata ini baik dalam Perjanjian Lama, maupun dalam Perjanjian Baru.

 

a.       Dalam Perjanjian Lama

o   Untuk mengesahkan firman dan janji Tuhan terutama yang berhubungan dengan janji berkat atau kutuk (Bil. 5:22; Ul. 27:15 dab; Neh. 5:13; Yer 11:5). Hal ini terutama dilakukan pada zaman Musa, ketika ia (Musa) menyampaikan janji berkat dan kutuk berhubungan dengan ketaatan mereka pada peraturan yang Tuhan berikan. Dalam hal ini mereka menyetujui peraturan itu; jika mereka taat maka mereka mendapat berkat, tetapi jika mereka tidak taat mereka akan terkutuk. Kata Amin merupakan kata pengesahan untuk sebuah janji. Jadi kata ini tidak boleh dikatakan dengan sembarangan atau tanpa pengertian.

o   Untuk menyambut suatu pengumuman atau suatu nubuat tentang hal yg baik (1 Raj. 1:36;Yer 28:6). Sudah menjadi tata Ibadah dalam Perjanjian Lama, bahwa ada sesi pemberitaan Firman Tuhan oleh para nabi, dan ketika mereka mendendgar firman atau pesan itu, mereka menerimanya dengan sungguh-sungguh dan berkata “Amin”

o   Untuk memuliakan Allah (Mzm 41:13; 72:19; 89:53  “Terpujilah TUHAN untuk selama-lamanya! Amin, ya amin.”

Ø  Caranya: mengangkat tangan, berlutut, sujud menyembah (Neh. 8:7).

 

b.      Dalam Perjanjian Baru

 

o   Dipakai oleh Tuhan Yesus untuk menyatakan suatu kebenaran (Yoh. 3:3).

o   Tuhan Yesus adalah kebenaran, Ia adalah ya dan Amin (2 Kor. 1:20)

o   “Amin” berhubungan dgn pengharapan akan semua janji Allah di dalam Kristus, dan menunjukkan iman sebagai pengharapan yang pasti (Ibr. 11:1)

o   Menunjukkan keteguhan iman seseorang dalam mempercayai pemeliharaan Allah

o   Untuk menyatakan kepastian kedatangan Tuhan Yesus, sehingga ia disebut Yang Amin (Why. 1:20).

 

3.      Penggunaan dan Pemaknaan Kata “Amin” pada Masa Kini

Kita kembali pada teks yang telah kita baca tadi, bahwa dalam teks itu kita berkata “amin” untuk kemuliaan Allah. Kembali kita membaca Mazmur 106:48 “Terpujilah TUHAN, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya, dan biarlah seluruh umat mengatakan: "Amin!" Haleluya!” kata “Amin” merupakan terjemahan dan transliterasi dari kata Ibrani “Amen” yang berarti “sungguh, atau benar-benar terjadi.” Dan kata ini dilanjutkan dengan ungkapan haleluyah, yang merupakan ungkapan pemujaan kepada Tuhan. Pemujaan kepada Tuhan ini dilakukan bukan hanya dalam kurun waktu tertentu, melainkan sepanjang masa, selama-lamanya. Konsep inilah yang harus kita pahami ketika pada masa kini kita berkata “Amin.” Artinya ketika kita mengucapkan kata ini, kita sedang nyatakan pemujaan, pujian dan kepercayaan kepada Allah dengan penuh kesungguhan.

Lebih dalam lagi kita dapat memahami pengertian dan penggunaan “Amin” ini dalam Perjanjian Baru. Dalam 2 Korintus 1:20, Demikian Firman Tuhan: “Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah.” Ketika kita memperhatikan ayat ini, kita menemukan suatu kebenaran bahwa pada saat kita mengucapkan kata ini, kita harus melakukannya dengan pimpinan Tuhan (oleh Dia), selain itu juga untuk kemuliaan Allah. Dan dalam frase atau kalimat sebelumnya kita mempercayai, dan menemukan semua janji Allah dalam Kristus Yesus. Inilah konsepsi yang lebih dalam lagi tentang “Amin.”

Kita telah memahami mengapa kita mengucapkan kata amin, kita harus percaya kepada Allah, dan kita harus memuliakan Allah. Maka kita tidak boleh mengucapkan kata ini dengan sembarangan. Kita harus mengucapkannya dengan komitmen dan kepercayaan kepada Allah. Kita mengucapkannya untuk kemuliaan Allah. Demikian juga ketika kita berdoa. Kita mengucapkan amin dan harus disertai dengan iman yang kuat, yaitu iman yang tidak ragu bahwa doa kita sungguh dijawab oleh Allah sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya. Jadi pada masa kini kita mengucapkan kata ini untuk hal-hal sebagai berikut:

o   Untuk menyambut dan mempercayai Firman Allah

o   Untuk menunjukkan iman kepada Allah (memuliakan Allah)

o   Untuk mengakhiri ibadah atau doa

Epilog

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan. Kita telah belajar bagaimana seharusnya mengucapkan kata Amin. Kita hidup, beribadah dan berdoa, sambil berkata amin, maka kita tidak boleh ragu-ragu. Kita harus percaya. Kita harus mengucapkannya dengan penuh iman dan penuh komitmen untuk memuliakan Tuhan.

Mengungkapkan kata “Amin” berarti

      Percaya kepada Allah

      Berkomitmen memuliakan Allah

      Berkomitmen mempercayai bahwa doa kita dijawab oleh Tuhan.

Ø   Mari berkata “Amin”  Untuk kemuliaan Allah.

 

Saya yakinkan kita semua bahwa apabila kita mengucapkan kata ini dengan sungguh-sungguh, maka akan terjadi kebangunan spiritual kita. Mari kita menjalani keseharian kita dengan berkata “Amin” untuk kemuliaan Allah.


Oleh: Hasrat P. Nazara, S.Th

Makna kata Haleluya, Halleluya, Halleluyah

 makna ungkapan “haleluya”

 

I.       Prolog

-          Sebagai orang percaya, kita sering mengucapkan/mengungkapkan Kata “Haleluya

-          Banyak orang Kristen mengucapkan kata ini tanpa pengertian yang benar.

-          Akibatnya sekalipun berkali-kali mengungkapkannya, tidak ada efektifitasnya.

II.    Bacaan Alkitab

-          Mzm 106:1  Haleluya! Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.

-          Why 19:6-7 Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: "Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.

III. Pengertian dan Etimologi

-          Kata ini merupakan gabungan dari dua kata Ibrani yaitu Hallelu dan Yah (Yahweh). Hallelu dari akar kata HALLEL : memuji. Berarti memuji Yahweh

-          Kata yang serumpun dengan kata ini adalah Hillul yaitu bersukacita, memuji.

-          Kata ini dipakai dalam bahasa Yunani (Alelouia), yang ditransliterasikan dari kata Ibrani, juga memiliki pengertian “Memuji TUHAN”

-          Haleluya diperuntukkan hanya bagi Allah dan bukan untuk yang lain.

IV. Panggilan untuk Memuliakan Allah

-          Kita diciptakan untuk kemuliaan Allah(Maz. 100:1-3)

-          Kita diselamatkan untuk memuliakan Allah (Rm. 11:36)

-          Kita masuk surga untuk memuliakan Allah selama-lamanya (why. 4:11)

V.    Mengenal kemuliaan Allah yang diungkapkan dengan “Haleluya”

-          Menyatakan kemegahan dan keagungan Allah, yang tiada taranya. Manusia tidak dapat melihat Allah, karena Allah begitu cemerlang.

-          Kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya

-          Menyatakan kuasa Allah bekerja di antara kita

-          Mengakui bahwa hanya Allah yang mulia dan layak dimuliakan. Tidak ada yang lain yang kita muliakan

VI. Penerapan bagi kita

-          Haleluya hanya diungkapkan/diucapkan oleh orang yang percaya kepada Allah

-          Orang yang mengungkapkan “Haleluya” harus: Lahir baru/hidup baru; Mengenal Allah dan mengaku akan kemuliaan-Nya; Memiliki komitmen untuk menyembah Allah.

VII.          Bagian Akhir

Mengungkapkan  kata “Haleluya” berarti:

-          Mengakui Kecemerlangan, kemuliaan dan kedahsyatan Allah, yang melibatkan pikiran dan isi hati.

-          Berkomitmen memuliakan Allah.

-          Menunjukkan cara hidup yang benar dan gairah ibadah yang berkobar-kobar.


Oleh: Hasrat P. Nazara

Rabu, 14 September 2022

Analisa Leksikal "Dosa yang tidak Mendatangkan Maut" (1 Yohanes 5:16)

 ANALISIS LEKSIKAL

1 Yohanes 5:16

Analisa literal terhadap “dosa yang tidak mendatangkan maut” mencakup pembahasan beberapa kata kunci yaitu pengertian “maut,” “dosa” dan “mendatangkan” secara umum. Dalam pandangan umum dosa dipahami sebagai perbuatan yang tidak benar, perbuatan yang melawan hukum Allah atau kesalahan. Tentang pengertian “dosa”, telah dibahas pada bab sebelumnya. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, dosa diartikan dala dua hal yaitu: (1) perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama: ya Tuhan, ampunilah segala -- kami; dan (2) perbuatan salah (seperti terhadap orang tua, adat, negara).[1] Untuk kata kerjanya, berdosa berarti berbuat dosa: misalnmya dilakukannya perbuatan yang nista itu tanpa perasaaan berdosa; dan arti yang kedua adalah  berbuat kesalahan, misalnya ia merasa kepada orang tuanya karena tidak mematuhi perintah dan nasihatnya.[2] Konsepsi umumnya adalah hal-hal atau perbuatan atau tindakan yang tidak benar, yang bertentangan dengan kebenaran. Berdosa artinya melakukan hal-hal yang tidak benar itu.

Yudaisme menganggap pelanggaran terhadap perintah ilahi sebagai dosa. Yudaisme menggunakan istilah ini untuk memasukkan pelanggaran hukum Yahudi yang tidak selalu berarti kehilangan moralitas. Yudaisme berpendapat bahwa semua orang berdosa di berbagai titik dalam hidup mereka, dan berpendapat bahwa Tuhan selalu mengendalikan keadilan dengan belas kasihan. Yudaisme menjelaskan tiga tingkat dosa yaitu:

(1)     Pesha - Dosa yang disengaja; tindakan yang dilakukan dengan sengaja menentang Tuhan;

(2)    Ovon - Ini adalah dosa nafsu atau emosi yang tidak terkendali. Itu adalah dosa yang dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dilakukan untuk menentang Tuhan;

(3)    Cheit - Ini adalah dosa yang tidak disengaja.[3]

 

Yudaisme berpendapat bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan semua orang telah melakukan dosa berkali-kali. Namun keadaan berdosa tidak menghukum seseorang ke hukuman; hanya satu atau dua dosa yang benar-benar menyedihkan yang mengarah pada apa pun yang mendekati gagasan Kristen tentang neraka. Konsepsi alkitabiah dan rabi tentang Tuhan adalah tentang pencipta yang mengendalikan keadilan dengan belas kasihan.  Dalam konteks  “dosa yang yang tidak mendatangkan maut” berarti perbuatan yang tidak benar, namun tidak mendatangkan maut, bagi mereka yang melakukannya. Dengan melihat konsepsi Yahudi (Yudaisme), dosa yang tidak mendatangkan maut berarti dosa yang tidak mengakibatkan seseorang masuk ke neraka.

Kata yang perlu diperhatikan secara literal adalah “mendatangkan” maut. Apakah kata ini diartikan membawa, atau mengakibatkan atau ada beberapa pandangan lain. Secara umum “mendatangkan” merupakan kata jadian yang kata dasarnya adalah “datang.” Kata datang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti:

(1) membawa dari tempat lain.
contoh: 'siapa yang mula-mula mendatangkan pohon kina ke Indonesia'

(2) memasukkan; mengimpor
contoh: 'pengusaha-pengusaha nasional diberi kesempatan untuk mendatangkan mesin pertanian dari luar negeri'

(3) memanggil
contoh: 'mereka mendatangkan ambulans untuk mengangkut korban kecelakaan'

(4) menyebabkan
contoh: 'banjir telah mendatangkan kerugian besar'

(5) mengundang untuk diajak bertanding
contoh: “persatuan sepak bola Indonesia mendatangkan kesebelasan Brazil.”[4]

 

Dari pengertian di atas, ada beberapa konsepsi yang dapat terbangun ketika kata ini ditetapkan pada ayat yang sedang dibahas. Bisa berarti menyebabkan atau bisa juga berarti membawa. Mengingat bahwa konteksnya adalah berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, maka sangat mungkin kata mendatangkan berarti mengakibatkan. Hal ini merupakan konsekwensi dari dosa itu.

Dalam versi-versi Alkitab berbahasa Inggris, ‘kata mendartangkan diterjemahkan dengan kata “lead” atau “leading.” Ini berarti bahwa dosa itu memimpin atau mengarahkan ke maut. Menurut Kamus Thesaurus, mendatangkan mengandung pengertian yaitu:

Mendatangkan = melahirkan, melantarkan, memanggil, memasukkan, membawa, membuahkan, membuat, memicu, memperkenalkan, mencetuskan, menerbitkan, mengadakan, mengakibatkan, menghadirkan, mengimpor, mengundang, menimbulkan, menjadikan, menumbuhkan, menurunkan (hujan), menyebabkan, menyelundupkan, menyulut, merangsang, mewujudkan.[5]

 

Dengan memperhatikan arti kata “mendatangkan” dari beberapa kamus, maka diperoleh gambaran bahwa mendatangkan yang dimaksud di ini merupakan suatu keadaan yang timbul baik sdisebabkan oleh suatu hal maupun yang tidak disebabakan oleh hal sebelumnya. Mengingat bahwa ayat yang sedang dibahas memiliki konteks dan keterkaitan antara kata yang satu dengan kata yang lain, maka dapat dipastikan bahwa kata ini merupakan sebab atau akibat dari suatu hal lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya.

Dalam teks aslinya, memakai kata depan Yunani pro.j (pros) yang secara umum diterjemahkan menuju atau kepada.[6] Terjemahan versi-versi bahasa Inggis lebih tegas menunjukkan bahwa kata ini disebabkan oleh tindakan sebelumnya (dengan menggunakan kata “lead”), yaitu dosa. Sebagai akibat dari dosa itu, maka ada keadaan yang memimpin pada maut. Atau dengan memperhatikan kata Yunaninya, berarti dosa itu sedang menuju maut. Itu maksud kata “mendatangkan” berdasarkan analisa literalnya.

Kata yang cukup penting untuk dianalisa secara literal adalah “maut.” Ada banyak pandangan mengenai “maut “ yang dimaksud di sini. Bisa berarti hukuman mati pada masa kini, bisa berarti putusnya hubungan dengan Allah, atau kecelakaan, atau berarti neraka. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “maut” beratri kematian.[7] Di sini tidak ditemukan pengertian yang khusus. Ada kecenderungan dari pengertian ini bahwa dosa yang mendatangkan maut adalah dosa yang mengakibatkan kematian, yaitu kematian secara fisik.

Menurut Lewis, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, maut kadang dipahami sebagai kematian fisik, akan tetapi lebih banyak dipahami sebagai kematian secara rohani. [8] Bahkan kata ini diidentikkand dengan “alam maut” yang kadang dipahami sebagai upah dosa.

Dari satu sudut kematian termasuk peristiwa yang paling lumrah: ‘manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja’ (Ibr 9:27). Kiranya bisa diterima tanpa perbantahan: “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama dengan Dia” (Yoh 11:16). Dari sudut pandang yang lain, maut atau kematian merupakan hal yang paling tidak wajar. Maut adalah upah dosa (Rom 6:23), karma itu patut ditakuti. Kedua sudut pandang ini terdapat dalam Alkitab, dan tidak boleh dilalaikan. Secara biologis kematian adalah keharusan, tapi kematian manusia tidaklah seperti kematian binatang.[9]

 

Dari beberapa pengertian di atas, ada dua pengertian maut di sini yaitu kematian secara fisik, dan juga kematian secara rohani. Tidak dipastikan apakah maut dalam pengertian ini mengacu pada hukuman neraka atau bukan. Konteks dari ayat yang sedang dibahas menetukan pengertian “maut” yang sedang dibahas Ini. Kedua kemungkinan ini bisa diterapkan dalam ayat yang sedang dibahas, akan tetapi kebanyakan penafsir mengaitkannya dengan hal-hal yang rohaniah.

Dalam terjemahan Alkitab Bahasa Inggris, hamper semua  versi memakai kata “death.” Sebelumnya telah dibahas dari Terjemahan Alkitab Bahasa Infdonesia Sehari-hari, menerjemahkan “kehilangan kehidupan kekal.” Berdasarkan teks aslinya, kata Yunani yang dipakai adalah qa,naton (thanaton) yang merupakan kata benda akusatif, maskulin tunggal.[10] Kata dasarnya adalah qa,natoj (tahanatos) yang secara umum diterjemahkan “kematian,” baik kematian secara fisik, maupun kematian secara rohaniah.[11]

Secara literal disimpulkan bahwa maut adalah kematian yang bisa mengacu pada kematian fisik, dan bisa juga mengacu pada kematian rohani. Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah pengertian maut dalam ayat yang sedang dibahas. Dengan memperhatikan keterkatian antara kata yang satu dengan kata yang lain serta konteks yang sedang dibahas, maka lebih tepat diterjemahkan kematian rohani. Dengan demikian “dosa yang tidak mendatangkan maut” secara literal disimpulkan sebagai perbuatan salah, yang bertentangan dengan hukum Allah, yang tidak mengakibatkan kematian secara rohani.

Oleh: Hasrat P. Nazara



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1980), …

[2] Ibid.

[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Dosa, diakses tanggal 11 Mei 2021.

[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia

[5] Arti kata “datang, mendatangkan” dalam Kamus Kompilasi Alkitab: Kamus Thesaurus. Sofware Komputer, SABDA cersi 5.0, (CD Room).

[6] Analisis “pro.j1 John 5:16 dalam, Bible Works, ver. 7.0. Software Alkitab, BGT Morphology, [CD ROM].

[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia

[8] J. D. Douglas (peny), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004),

[9] Ibid.

[10] Analisis “qa,naton1 John 5:16 dalam, Bible Works, ver. 7.0. Software Alkitab, BGT Morphology, [CD ROM].

[11] Kata qa,natoj dalam Gingrich Greek Lexicon. Bible Works, ver. 6.0. Software Alkitab, Lexicon Bible, [CD ROM].

Dosa yang tidak mendatangkan Maut (1 Yohanes 5:16), Tinjauan Kontekstual Biblikal

ANALISIS KONTEKSTUAL

1 Yohanes 5:16

Dosa yang tidak mendatangkan Maut

 

Dalam proses penelitian ini, maka sebagaimana yang telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya bahwa anlisa yang pertam dilakukan adalah analisa kontekstua, maka pada bagian yang pertama ini akan dianlisa maksud “Dosa yang tidak mendatangkan maut” ini berdasarkan konteks ayat maupun pasal Surat yang sedang dibahas. Analisa kontekstual ini terdiri dari dua bagian pembahasan yaitu analisa konteks dekat, yaitu memperhatikan keterkaitan ayat yang dibahas dengan ayat-ayat sebelum maupun sesudahnya; dan analisa konteks jauh yaitu hubungan antara ayat yang sedang dibahas dengan pasal-pasal sebelum maupun sesudahnya.

 

Analisa Konteks Dekat

 Untuk memperoleh maksud “dosa yang tidak mendatangkan maut” dari konteks dekat ayat itu, maka akan diamati pembicaraan dari perikop ayat itu secara utuh. Sudah pasti bahwa dosa yang tidak mendatangkan maut ini merupakan lawan kata dari dosa yang mendatangkan maut sebagaimana yang dikemukakan dalam ayat itu dan bahkan juga disinggung pada ayat-ayat sesudahnya. Lembaga Alkitab Indonesia memberikan jugdul untuk konteks ayat-ayat ini sebagai Pengetahuan akan hidup yang kekal (I Yoh. 5:13-21). Judul perikop ini sudah diterima dan diakui sebagai salah tema dalam pembahasan Surat Yohanes. Tentu saja dosa yang tidak mendatangkan maut berhubungan dengan judulnya yang menyinggung tentang hidup kekal.

Penulis Surat Yohanes mengangkat tema-tema penting untuk memberikan pengajaran yang sesuai dengan injil dan kebenaran yang didengar, dilihat dan disaksikan (1:1). Salah satu tema penting dan menarik adalah kehidupan orang Kristen yang masih hidup di dalam kegelapan dan dosa (1:6,8) yang walaupun sebenarnya terang dan kebenaran itu sudah ada dan siap menerangi kegelapan itu serta menyucikan segala dosa (1:5:7)

Menurut , keseluruhan pasal 5 dari 1 Yohanes ini membicarakan tema tentang apa yang diketahui dengan sungguh (What Do You Know for Sure)[1] Dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe, pasal 5 ini berbicara tentang  “Penggetak Persekutuan”  dan khusus perikop ayat 13-21 berbicara tentang Iman kepada Kristus yang dibuktikan dengan keyakinan yang kita tunjukkan.[2] Sungguh penerima surat ini adalah jemaat-jemaat yang memang sungguh-sungguh telah menerima keselamatan dan hidup dalam persekutuan Kristen, sehingga perlu menerapkan (mengaplikasikan) apa yang dipercayai itu.

Dalam ayat 13, Yohanes pertama-tama meyakinkan penerima suratnya bahwa mereka memiliki kehidupan yang kekal. Berikutnya dalam ayat 14 dan 14 disinggung tentang iman bahwa doa kita dikabulkan oleh Tuhan. Ayat yang sedang dibahas menekankan tentang doa bagi dosa yang tidak mendatangkan maut. Doa ini ditujukan kepada saudara-saudara yang telah memperoleh keselamatan. Sebagai anak-anak Tuhan (sebagaimana yang telah ditekankan sebelumnya, pada ayat 6-12) penerima surat diyakinkan bahwa apa yang didoakan akan dikabulkan oleh Tuhan. Akan tetapi sangat mungkin bahwa doa yang dikabulkan oleh Tuhan adalah doa bagi dosa yang tidak mendatangkan maut.

Pada ayat 16, ditekankan bahwa doa bagi dosa yang tidak mendatqangkan maut ini dilakukan untuk saudara-saudara seiman. Sedangkan untuk dosa yang mendatangkan maut tidak dianjurkan untuk berdoa. Di sini penulis membedakan dengan tajam antara dosa yang tidak mendatangkan maut dengan dosa yang mendatangkan maut. Bagi penafsit Wicliffe, dosa yang mendatangkan maut di sini bukan dosa yang membawa pada hukuman kekal, ke neraka, melainkan sifat yang tidak kelihatan, yang sulit diubah atau kebiasaan-kebiasaan buruk sebagaimana yang terdapat dalam 1 Korintus 5.[3] Akan tetapi beberapa sarjana lain berpendapat bahwa dosa yang mendatankan maut berhubungan dengan dosa yang pada akhirnya membawa seseorang ke dalam hukuman kekal.

Selanjutnya pada ayat 18-10 Penulis menyinggung bahwa “kita” tidak berbuat dosa dan “kita” berasal dari Allah. Sementara itu Ada juga pandangan yang menafsirkan dosa yang mendatangkan maut sebagai kegitan ajaran sesat, antikristus dan penyembah berhala, seperti yang disinggung dalam ayat 21.[4] Jadi dari konteks dekatnya, sekalipun ada pendapat yang tidak mengaitkan dosa ini dengan keselamatan, namun pembicaraan dalam perikop ini berhubungan dengan doa untuk orang-orang yang sudah memperoleh kepastian keslamatan. Dengan demikian apapun dosa yang mereka lakukan tidak membuat mereka kehilangan keselamatan.

 

Analisa Konteks Jauh

Pembacaraan tentang dosa yang tidak mendatangkan maut dalam 1 Yohanes 1 5:16 sangat mungki berhubungan dengan pembicaraan pasal-pasal sebelumnya. Isi keseluruhan Surat ini adalah adalah nasihat untuk hidup dalam persekutuan baik dengan Allah maupun dengan saudara-saudara seiman. 1 Yoh disebut Surat, tapi di dalamnya tak terdapat sedikit pun ‘yg bersifat surat’ dalam anti yang sebenarnya (berbeda dari 2 dan 3 Yoh), dan lebih merupakan traktat yabg dialamatkan kepada keadaan khusus.[5] Surat ini timbul guna menampik kegiatan guru-guru penyesat yang telah mengundurkan diri dari jemaat (atau jemaat jemaat), dan yang berusaha menggoda orang-orang percaya (1Yoh 2:18, 26). Kepada merekalah Surat ini dialamatkan oleh Yohanes.[6] Dalam Surat ini, Yohanes menekankan bahwa penerima Suratnya adalah anak-anak Allah, sedangkan mereka yang lain bukanlah anak-anak Allah.

Pemabahasan yang cukup menarik, adalah memastikan apakah dosa yang tidak mendatangkan maut adalah dosa-dosa  anak-anak Allah sedangkan yang mendatangkan maut dosa orang-orang yang bukan anak-anak Allah. Pada pasal pertama Yohanes menekankan pengakuan akan ketrerbatasan anak-anak Allah dalam hal dosa. Sekalipun kita sudah mendapatkan status menjuadi anak-aak Allah, namun harus senantiasa mengaku dosa kepada Allah (1 Yoh 1:9). Ini adalah penyucian dari dosa supaya kita tetap di dalam Allah.[7]

Kemudian dalam pasal 2 disinggung tentang antikristus (2:18-27). Mereka-mereka ini jelas hidup dalam dosa dan pasti sedang menuju maut. Selanjutnya dalam pasal 3 dibicarakan tentang anak-anak Allah, dimana jita dinasihati untuk hidup dalam kasih dan persaudaraan (3:11-18). Secara egas, penulis menyatakan bahwa setiap orang yang tidak mengasihi saudaranya adalah anak-anak Iblis. Dalam pasal 4 Paulus membedakandengan sangat tajam antara Roh Allah dan Roh antikristus (4:1-21). Ada yang berasal dari Allah dan ada juga yang berasal dari Iblis: “Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia. Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka. Kami berasal dari Allah: barangsiapa mengenal Allah, ia mendengarkan kami; barangsiapa tidak berasal dari Allah, ia tidak mendengarkan kami. Itulah tandanya Roh kebenaran dan roh yang menyesatkan (1 Yoh 4:4-6).

Ada banyak kata-kata yang dipisahkan dengan tajam seperti anak-anak Allah dengan anak-anak Iblis, kehidupan dan kematian, dan sebagainya. Tiga kali kata “kematian” dicatat dalam surat ini (1Yoh 3:14; 1Yoh 5:16-17). Dalam surat ini penulis Yohanes sebelumnya menggunakan kata “kematian” untuk merujuk kepada kematian kekal (1 Yoh 3:14). Penggunaan kata ini menggambarkan bahwa orang percaya sudah berpindah dari dalam maut (kematian) ke dalam hidup (zoen), yaitu karena Kristus yang telah memberikannya. Tentu saja kata kerja “telah berpindah,” menekankan bahwa tindakan itu telah rampung dan memberi dampak bagi kehidupan orang percaya. Ini bisa berhubungan dengan dosa yang tidak mendatangkan maut pada pembicaraan yang sedang dibahas.

Kesimpulan analisa Kontekstual: dengan memperhatikan ayat-ayat dekat (konteks dekat) dan pasal-pasal yang ada dalam surat itu, ternyata Penulis surat membedakan dengan sangat tajam anatara anak-anak Allah, yang berasal dari Allah dengan anak-anak Iblis, yang berasal dari Iblis. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara orang percaya dengan orang yang belum percaya. Pada baian teakhir ditekankan bahwa orang-orang percaya mengerti kebenaran. Sedangkan penyembah berhala adalah mereka yang tidak megerti kebenaran. Disimpulkan bahwa dosa yang tidak mendatangkan maut adalah dosa yang tidak membawa pada hukuman kekal, dosa yang tidak membuat orang pasti masuk neraka. Untuk dosa ini telah tersedia pengampunan oleh Allah dalam penebusan Kristus.


Oleh: Hasrat P. Nazara



[1] Tafsiran 1 John 5:14-dalam The Bible Exposition Commentary. Copyright © 1989 by Chariot Victor Publishing, and imprint of Cook Communication Ministries. All rights reserved. Used by permission.

[2] ____________, dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe, Volume 3 Perjanjian Baru (Malang (Gandum Mas, 2004). 1380.

[3] Ibid.

[4] Tafsiran 1 John 5:14-dalam The Teacher's Commentary. Copyright © 1987 by Chariot Victor Publishing. All rights reserved.)

[5] J. D. Douglas (Peny), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 19989),

[6] Ibid.

[7] ____________, dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe, Volume 3 Perjanjian Baru,  1351.