Konsepsi "IMAN" Menurut Alkitab
Dengan dikemukakannya kecenderungan kemunduran iman orang-orang
percaya pada masa kini, maka pekerjaan untuk memperbaikinya merupakan
tanggungjawab orang-orang percaya yang mengerti kebenaran. Fenomena ini dapat
dimulai dengan melakukan penelitian dan mengidentifikasikan masalah konkrit
yang terjadi pada salah satu gereja lokal. Bukan tidak mungkin bahwa
kecenderungan kemunduran keadaan rohani ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman
yang benar tentang ajaran Kitab Suci, khususnya kurangnya pemahaman tentang
arti dan makna iman. Maka pada landasan teori ini akan dibahas pengertian iman,
yang kemudian dilanjutkan dengan Analisa Ibrani 11:1, dan terakhir membahas
kerangka berpikir dari karya ilmiah ini.
Pengertian Iman
Sebelum
membahas tentang iman menurut Ibrani 11:1 maka terlebih dahulu diuraikan secara
sederhana tentang pengertian iman itu sendiri. Iman merupakan inti dari
kehidupan umat Allah baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Berkali-kali
Kitab suci menyinggung tentang iman, bahwa dengan iman manusia memperoleh
keselamatan (Kis. 26:18; Rm. 3:28; Gal. 3:6-11; Ef. 2:8-9; Ibr. 11),
dengan iman orang percaya memperoleh apa
yang mereka minta/doakan (Mat. 9:29; 15:28; ) dan dengan iman orang percaya
membangun seluruh hidupnya (2 Kor. 6:13;
Gal. 2:20). Ketika Yesus Kristus hidup sebagai manusia di dunia, iman merupakan
tuntutan mutlak yang dikehendaki-Nya (band. Luk. 18:8).
Pengertian Iman Menurut
Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama, kata iman berasal
dari kata kerja aman, yang berarti “memegang teguh.” Kata ini dapat muncul
dalam bentuk yang bermacam-macam umpamanya dalam arti “memegang teguh kepada
janji” seseorang karena janji itu dianggap teguh atau kuat, sehingga dapat
diamini, dipercaya. Jika diterapkan kepada Tuhan Allah, maka kata “iman”
berarti bahwa Allah harus dianggap sebagai yang teguh atau yang kuat. Orang
harus percaya kepada-Nya, berarti bahwa ia harus mengamini bahwa Allah adalah
teguh atau kuat.
Selain kata di atas, terdapat dua kata lagi yang umum dipakai dalam
Perjanjian Lama untuk iman yaitu בּטַח
(batach) dan חָשַׂך (chasah). Kata “batach”
berarti “yakin akan, bersandar kepada, mempercayai”. Contoh penggunaannya dapat
ditemukan dalam Mazmur 25:2, “Allahku, kepada-Mu aku percaya; janganlah kiranya
aku mendapat malu”. Kata ketiga yang sering dipergunakan di dalam Perjanjian
Lama untuk iman adalah חָסָה
(chasah) yang berarti “mencari perlindungan.” Sebagai contohnya terdapat di
dalam Mazmur 57:2: “Kasihanialah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab
kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan
sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu”.
Sebagaimana pengakuan banyak sarjana Perjanjian Lama, Warfield
mengakui bahwa sikap iman dan percaya sangat jarang disebut ”iman” di dalam
Perjanjian Lama walaupun sikap tersebut terimplikasi di sana dan sering
diparafrasekan. Sekalipun kata untuk “iman” baru muncul pada Kejadian 15:6, namun
tindakan iman telah terlaksana oleh manusia sebelum Abraham, seperti yang
dikemukakan oleh Anthony Hoekma:
Jika kita
mengambil janji kepada Hawa di Kejadian 3:15 sebagai titik permulaan, maka kita
segera melihat bahwa wahyu pertama dari kovenan anugerah ini menuntut tanggapan
iman dari umat Allah. Kita diberitahukan di dalam Kitab Ibrani bahwa Habel
memberikan persembahan yang lebih baik kepada Allah oleh iman (Ibr 11:4) “Oleh
iman Henokh berjalan bersama Allah” (ayat 5); dan “oleh iman Nuh menjadi
pewaris kebenaran” (ayat 7).
Wiliam
Dyrness juga mengemukakan gagasan yang sama tentang pengertian iman di dalam
Perjanjian Lama yaitu dalam gagasan tentang iman ini tersirat pertobatan, atau
seperti diungkapkan secara sederhana dalam Perjanjian Lama, “hal berbalik”. Sekalipun gagasan tentang pertobatan ini
tidak dikembangkan sepenuhnya sebagaimana halnya dalam Perjanjian Baru, gagasan
tersebut sudah ada sepanjang Perjanjian Lama. Berbalik dari jalan sendiri lalu
mengikut Tuhan dan hukum-hukum-Nya secara tidak langsung menyatakan bahwa cara
hidup yang lalu itu tidak benar. Manusia juga tidak mempunyai gambaran tentang
tindakan berbalik kepada Tuhan yang dilakukan satu kali untuk selama-lamanya.
Lebih tepat jika diterjemahkan bahwa seseorang mengakui kegagalannya kepada
Allah setiap kali manusia berbuat dosa, yaitu kapan saja ditemukan bahwa
manusia telah berbalik ke jurusan yang salah.
Pengertian Iman menurut
Perjanjian Baru
Kata-kata yang paling sering digunakan dalam
Perjanjian Baru adalah kata benda πίστις (pistis) dan kata kerja πιστευω
(pisteuien). Pistis dapat dipergunakan dalam pengertian “iman yang dengannya
manusia percaya”, untuk menyatakan suatu keyakinan atas kebenaran dari suatu
hal. Dalam kaitannya dengan Allah, kata ini menunjukkan keyakinan dan
eksistensi Allah, bahwa Dia adalah pencipta dan penguasa segala sesuatu dan
pemberi keselamatan melalui Kristus”. Dalam kaitannya dengan Kristus kata ini
berarti percaya bahwa Kristus adalah Mesias yang melaluinya manusia
mendapatakan keselamatan. Inilah penggunaan yang paling umum dari kata benda
πίστις (pistis). Akan tetapi kadang-kadang pistis dapat mendeskripsikan “iman
yang diyakini” yaitu isi dari apa yang dipercayai. Penggunaan dalam arti yang
demikian didapatkan dalam Yudas 3: “Tetapi berjuang untuk mempertahankan iman
yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus”.
Kata kerja
pisteuien memiliki arti: yang pertama adalah berpikir bahwa sesuatu
adalah benar (Mat. 24:23), dan yang kedua menerima pesan Allah yang
disampaikan oleh mereka yang ditunjukkan oleh Allah (Kis. 24:14). Tetapi yang
paling menonjol adalah yang ketiga yaitu menerima Yesus sebagai Mesias,
sumber keselamatan kekal yang ditetapkan secara Ilahi (Yoh. 3:16). Dalam
pengertian ini, iman lebih dari pada sekedar mempercayai kebenaran suatu pesan,
iman di sini juga melibatkan kepercayaan kepada Kristus, berdiam di dalam-Nya
dan bersandar kepada-Nya.
Secara
spesifik, kata-kata ini juga dipakai dalam Injil-Injil Sinoptik yang sering
dihubungkan dengan penyembahan.
Dalam Matius 9:20, Yesus berkata kepada perempuan yang menjamah
jubah-Nya: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.
Dari pengertian ini bisa saja iman Ayub dipahami sebagai imannya untuk
memperoleh kesembuhan dari penyakitnya. Tetapi dalam pengertian yang lebih
luas, dilukiskan juga dalam Injil-Injil ini. Markus mencatat perkataan Yesus
“Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya (Mrk. 9:23). Begitu juga Dia
berkata bahwa seseorang akan melakukan pekerjaan besar, sekiranya manusia
memiliki iman yang sejati yang walaupun hanya sebesar biji sesawi saja (Mat.
17:20; Luk. 17:6). Jelas Yesus menuntut iman yang tertuju kepada diri-Nya
sendiri. Anthony Hoekma meringkaskan pengertian iman dalam Perjanjian Baru
sebagai berikut:
Boleh kita
katakan bahwa iman dalam pengertian Perjanjian Baru melibatkan penerimaan atas
suatu rangkaian kebenaran yang didasarkan pada kesaksian para Rasul atau
orang-orang lainnya yang menyebarkan kesaksian itu, dan suatu kepercayaan
pribadi kepada Kristus sebagai juruselamat.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan pengertian iman
baik menurut Perjanjian Lama maupun menurut Perjanjian Baru yaitu: Kehidupan
yang mempercayai Allah dengan penuh penyerahan diri kepada Allah yang telah
menyatakan diri dengan berbagai cara, yang pada puncaknya menyatakan diri
melalui Yesus kristus. Kepada Allah yang menyatakan diri itu manusia
menyandarkan seluruh kepercayaannya dan juga seluruh masa depannya, hidup
berkarya dan melaksanankan ibadah di hadapan-Nya. Dalam hal ini termasuk di
dalamnya kepercayaan atau kebersandaran (trust) dalam menghadapi masalah hidup.